OPINI - Beberapa waktu yang lalu, penulis mengikuti kegiatan sosial sebagai relawan pendidikan di salah satu daerah di pelosok Kabupaten Sinjai. Berdasarkan pengamatan penulis, potret pendidikan di daerah tersebut sangat memprihatinkan. Oleh karena itu, penulis merasa tergerak untuk menulis sebuah opini mengenai kondisi pendidikan di pelosok Sulawesi Selatan.
Seperti yang kita ketahui bersama bahwa, Pendidikan adalah fondasi utama dalam pembangunan manusia dan peradaban. Di Indonesia, khususnya di daerah pelosok Sulawesi Selatan, pendidikan seharusnya menjadi prioritas utama dalam upaya menciptakan pemerataan dan kemajuan sosial. Namun, potret pendidikan di daerah-daerah terpencil ini masih jauh dari harapan. Meski ada kemajuan, tantangan yang dihadapi terlalu besar untuk dianggap remeh. Di balik slogan pemerataan pendidikan, banyak realitas pahit yang harus dihadapi oleh anak-anak di pelosok. Salah satu pertanyaan yang muncul adalah, apakah kebijakan yang ada benar-benar mencerminkan kebutuhan daerah-daerah tersebut, ataukah hanya solusi jangka pendek yang tidak menyentuh akar masalah?
Infrastruktur Pendidikan yang Tak Kunjung Memadai
Salah satu kendala terbesar yang menghambat pendidikan di pelosok Sulawesi Selatan adalah infrastruktur yang buruk. Meskipun pemerintah telah berupaya membangun dan merenovasi sekolah, kenyataannya banyak sekolah yang masih terabaikan dan tidak memenuhi standar minimum. Beberapa sekolah di daerah pedalaman bahkan tidak memiliki fasilitas dasar seperti ruang kelas yang layak, papan tulis, hingga sanitasi yang memadai. Keterbatasan fasilitas ini membuat proses belajar mengajar menjadi tidak optimal. Siswa terpaksa belajar di ruang kelas yang sempit dan tidak nyaman, yang dapat mengganggu konsentrasi dan semangat mereka.
Selain itu, masalah aksesibilitas juga tidak bisa diabaikan. Di daerah pegunungan yang sulit dijangkau, banyak siswa harus menempuh perjalanan jauh, bahkan ada yang harus berjalan kaki berjam-jam hanya untuk sampai ke sekolah. Masalah ini semakin parah ketika musim hujan datang, menyebabkan jalanan yang berlumpur dan sulit dilalui. Hal ini menyebabkan ketidakhadiran yang tinggi dan turut berkontribusi pada tingginya angka putus sekolah. Sebuah ironi: meskipun ada kebijakan yang mendukung pendidikan untuk semua anak, akses fisik menuju sekolah saja masih menjadi hambatan besar bagi sebagian besar siswa.
Keterbatasan Akses Teknologi: Kesenjangan Digital yang Mencolok
Di era digital seperti sekarang, akses ke teknologi adalah keharusan. Namun, kenyataan di pelosok Sulawesi Selatan sangat jauh dari harapan. Banyak sekolah yang belum memiliki koneksi internet yang stabil, dan lebih memprihatinkan lagi, beberapa sekolah tidak memiliki fasilitas komputer untuk mendukung pembelajaran berbasis teknologi. Di tengah dunia yang semakin terhubung, ketidakmampuan untuk mengakses informasi digital berarti siswa di daerah ini tertinggal jauh dari perkembangan global.
Kekurangan Tenaga Pengajar yang Kompeten dan Terlatih
Di Sulawesi Selatan, masalah kekurangan tenaga pengajar yang berkualitas di daerah pelosok sangat serius. Banyak sekolah yang kekurangan guru, dan bahkan jika ada, sebagian besar dari mereka tidak memiliki pelatihan yang memadai untuk menghadapi tantangan pendidikan di daerah terpencil. Kekurangan ini bukan hanya soal kuantitas, tetapi juga kualitas. Guru-guru yang ditempatkan di daerah terpencil seringkali belum mendapatkan pelatihan yang cukup dalam menggunakan metode pengajaran yang inovatif dan sesuai dengan karakteristik siswa di daerah tersebut.
Selain itu, faktor lain yang memperburuk masalah ini adalah rotasi guru yang tinggi. Beberapa guru yang ditempatkan di daerah terpencil cenderung mengundurkan diri setelah beberapa waktu karena merasa tidak ada insentif atau dukungan yang cukup. Keadaan ini menciptakan ketidakstabilan dalam pendidikan di daerah tersebut. Siswa yang seharusnya mendapatkan pendidikan yang berkualitas sering kali terpaksa harus belajar dengan pengajaran yang tidak optimal karena pergantian guru yang begitu sering.
Tantangan Sosial dan Ekonomi: Pendidikan Terhambat oleh Kemiskinan
Sulawesi Selatan, seperti banyak daerah lainnya di Indonesia, masih memiliki tingkat kemiskinan yang cukup tinggi, terutama di daerah pedesaan dan pelosok. Dalam banyak kasus, orang tua siswa terpaksa mengorbankan pendidikan anak-anak mereka demi memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Anak-anak di daerah pelosok sering kali harus membantu orang tua mereka bekerja untuk membantu ekonomi keluarga, yang membuat mereka tidak bisa melanjutkan pendidikan.
Kondisi ini menjadi semakin parah dengan adanya tekanan budaya dan sosial yang menganggap bahwa bekerja lebih penting daripada bersekolah. Pendidikan formal sering kali dipandang sebelah mata, karena banyak orang tua yang lebih mengutamakan pendidikan informal atau keahlian praktis, yang mereka anggap lebih berguna untuk bertahan hidup di daerah tersebut. Di banyak daerah, ada anggapan bahwa melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi bukanlah suatu kebutuhan yang mendesak, mengingat peluang kerja yang terbatas di sekitar mereka.
Pemerintah Harus Meningkatkan Konsistensi dan Implementasi Kebijakan
Dalam hal ini. Pemerintah di Indonesia, baik di tingkat pusat maupun daerah, telah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di pelosok, seperti bantuan biaya pendidikan, pembangunan sarana prasarana, dan program beasiswa. Namun, kebijakan-kebijakan ini sering kali hanya menjadi jargon yang tidak pernah benar-benar menyentuh akar masalah. Banyak program yang diluncurkan hanya berhenti di level administrasi tanpa ada pemantauan dan evaluasi yang serius.
Pemerintah harus mampu menghadirkan solusi konkret, bukan hanya janji. Perbaikan infrastruktur pendidikan, distribusi tenaga pengajar yang berkualitas, serta pemerataan akses teknologi dan informasi, harus menjadi prioritas utama. Kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta sangat diperlukan untuk memastikan bahwa semua anak di pelosok Sulawesi Selatan mendapatkan pendidikan yang layak.
Kesimpulan: Pendidikan di Pelosok Sulawesi Selatan Membutuhkan Pendekatan yang Tepat demi terwujudnya generasi emas 2045
Pendidikan di pelosok Sulawesi Selatan adalah cermin dari kesenjangan sosial yang masih mengakar dalam masyarakat kita. Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan pendekatan yang holistik dan berkelanjutan. Pemerintah perlu fokus pada pembangunan infrastruktur, pemerataan teknologi, serta peningkatan kualitas dan jumlah tenaga pengajar yang ditempatkan di daerah terpencil. Namun, tidak hanya pemerintah yang harus bergerak, masyarakat juga harus lebih peduli terhadap pendidikan anak-anak mereka, menyadari bahwa pendidikan adalah kunci untuk mengubah nasib. Jika langkah-langkah ini tidak segera diterapkan dengan serius, maka impian tentang pemerataan pendidikan dan generasi emas 2045 akan tetap jauh dari kenyataan.
Penulis: Fathan Muharram, Mahasiswa Fakultas Syari’ah dan Hukum UINAM dan Pemerhati kebijakan publik.
Makassar, 17 Desember 2024